Friday, November 30, 2007

Malaysia aya wae :


" Reog diakui sebagai budaya Malaysia "

Lagi-lagi kontroversi dari negara yang kayaknya sudah tidak layak lagi menjadi tetangga yang baik dan terlihat beberapa kejadian, mulai dari penganeksasian pulau kita (Sipadan dan ligitan, terakhir pulau Ambalat juga pengen diembat juga), perlakuan tidak manusiawi terhadap para pekerja kita, pemukulan sewenang-wenang ketua tim wasit saat ada musyawarah KL dan lagi-lagi jiwa Inggerisnya keluar dengan claim yang tidak beradab terhadap budaya kita seperti terhadap musik angklung (Khas sunda) dan terakhir claim terhadap Reog Ponorogo yang jelas menyulut kebencian betapa negeri mini terlihat tambah arogan saja. Kata teman si Aa mah : "Ganti aja jangan malaysia, Malingsia!"

CHAPETANG'S - Menurut teman-teman sikap khas kolonialis ini memang nampak biasa seperti dengan merasakan kemakmuran yang luar biasa sehingga dengan tingkat ekonomi yang cukup tinggi dengan luas negara yang kecil bila dibanding dengan indonesia, hal lain dimotivasi oleh rasa takut berlebihan terhadap dominasi para pendatang dari Indonesia yang semakin lama semakin banyak mungkin suatu waktu jadi permasalahan rasial dengan sebutan pendatang haram yang terus tidak bisa dibendung, secara ekonomi sebenarnya sangat membantu untuk menanggulangi kebutuhan pekerja kasar di Malaysia yang tidak bisa diberikan kepada orang asli mereka yang sudah mulai baik hidupnya.

Dominasi pekerja ini secara perlahan berubah setelah generasi kedua orang Indonesia yang perlahan lebih baik, pendidikan dan pemahamannya jauh lebih baik bahkan plus pernikahan dengan masyarakat setempat jelas akan berpengaruh terhadap akulturasi dan suatu waktu sulit diketahui mana penduduk asli mereka karena orang indonesia sudah mulai masuk level pekerjaan yang jauh lebih baik dari orang tua mereka yang sebelumnya hanya buruh kasar dan pedagang kecil saja.

jelas ini sangat mengancam keorisinilan negeri yang merasa paling hebat, tapi kita harus menanggapi permasalahan ini dengan hati dan kedewasaan, tapi pemerintah jangan diam saja dan bisa membuat geram masyarakat kita Perlu ada langkah diplomatik yang konkret oleh pemerintah Republik Indonesia (RI), untuk menindak lanjuti kasus demo massa warok (seniman reog) terhadap Malaysia. Sehingga ada penegasan yuridis terhadap sikap Malaysia yang tidak mengklaim reog sebagai keseniannya.

Di sisi lain, secara internal, masyarakat dan bangsa Indonesia harus lebih mencintai dan 'nguri-uri' (melestarikan) kesenian tradisionalnya. Sebelum kemudian berkembang kasus kesenian bangsa Indonesia mati di negeri sendiri, tapi ironisnya kemudian diklaim oleh negara manca karena seni tradisinya itu dikembangtumbuhkan di luar negeri.

Pendapat ini, Jumat (30/11), dikemukakan oleh budayawan Jawa, Pranoto, menanggapi keberhasilan aksi demo massa warok ke Kedubes Malaysia, menyangkut protes soal klaim reog oleh negeri Jiran.

Pranoto, budayawan pemegang anugerah bintang budaya yang juga abdi dalem Keraton Surakarta bergelar Kanjeng Raden Ario (KRA) Prodjodiningrat ini, mengatakan, pemerintah RI harus segera merespon masalah ini, untuk menindaklanjuti melalui jalur diplomatik antarnegara.

''Langkah ini, sekaligus akan menunjukkan betapa pemerintah RI juga ikut melindungi eksistensi potensi kesenian tradisional rakyatnya yang tumbuh di Nusantara,'' katanya.

Tak ada artinya massa warok demo, manakala pemerintah RI malah menutup mata. Ketua Pagyuban Reog Indonesia (KRI) H Begug Poernomosidi, menyatakan, bersamaan aksi demo massa warok ke Kedubes Malaysia itu, pihaknya telah pula mendesak Menteri Pariwisata dan Menteri Luar Negeri, untuk atas nama pemerintah RI, segera melakukan kontak dan menindaklanjuti kasus klaim reog ini, ke negara Malaysia.

Begug yang menyandang predikat sebagai ketua warok Indonesia bergelar Kanjeng Pangeran (KP)Candra Kusuma Ki Ageng Andana Warih, menyatakan lega ketika Dubes Malaysia untuk Indonesia, Dato Zainal Abidin Zain, menegaskan kalau kerajaan Malaysia tidak mengklaim reog sebagai keseniannya.

Meski kesenian asal Ponorogo Jatim itu, sejak 150 tahun lalu dinyatakan telah tumbuh dan eksis di Johor dan Selangor Malaysia.

Menyikapi ini, Begug, menyatakan, keberadaan reog di Malaysia itu bisa jadi telah ada sejak lama, mengingat Malaysia dulunya menjadi wilayah kerajaan Majapahit. Persoalannya sekarang, boleh saja reog tetap eksis dan dikembangkan di negeri Jiran, asal tidak kemudian diklaim sebagai kesenian tradisional Malaysia.

Sebagaimana warga Tionghoa yang ada di Indonesia mengembangkan Liong Barongsai, tanpa harus mengklaim kesenian asal daratan China itu sebagai kesenian Indonesia. Tegas dong pak Menlu?

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...