Monday, February 18, 2008

Unsur Agama dan Kultur dalam Upacara Pernikahan


Diakui atau tidak, upacara pernikahan (walimatun nikah) pada sebagian besar ummat Islam seringkali dimasuki unsur adat istiadat suatu daerah. Sebagian mereka menganggap hal itu sebagai bagian dari ajaran Islam. Dan tidak sedikit yang menganggapnya sekadar adat keduniaan. Tetapi ternyata upacara-upacara seperti itu bukan bagian dari syari'at Islam, melainkan sebagiannya berasal dari agama-agama dan kepercayaan-kepercayaan di luar Islam, terutama berasal dari agama-agama kultur. Drs AD El Marzdedeq, AV, lulusan Sejarah Agama PTIS tahun 1970, Avasinolog lulusan Ma'had At-thib Al-Islami Jakarta tahun 1966, dan penulis buku Parasit Aqidah ini, menjelaskannya kepada RISALAH. Berikut petikan wawancaranya?

Dalam upacara adat pernikahan di kalangan ummat Islam, seringkali dimasuki unsur-unsur agama lain. Apakah benar demikian?

Memang betul, dalam upacara pernikahan di kita banyak hal-hal yang dianggap oleh sebagian ummat Islam berasal dari ajaran Islam atau bahkan dianggap sekadar adat keduniaan. Tetapi ternyata upacara-upacara seperti itu tidak terdapat dalam sumber hukum Islam, yakni al-Quran dan Sunnah Nabi Saw, melainkan berasal dari agama-agama dan kepercayaan-kepercayaan di luar Islam, terutama berasal dari agama-agama kultur.

Misalnya apa saja?

Misalnya upacara sawer, itu berasal dari agama kultur di Cina dan Asia Tenggara pada umumnya. Di sana ada upacara yang bernama "tabur beras". Upacara itu ada kaitannya dengan kepercayaan mereka terhadap Dewi Padi.

Menurut kepercayaan mereka, tersebutlah pada suatu waktu Yang dan Yin hendak mendirikan sebuah istana baru di langit ke sembilan. Dewi-dewi pun disuruhnya mengangkut bahan-bahan. Semua Dewi bekerja, tetapi Yang penurun hujan hanya menangis karena tidak dapat membantu. Dari air matanya menjelma sebutir telur, lalu Yang menyuruh Naga untuk mengeraminya, sehingga menetaskan seorang gadis yang cantik, bernama Lo Yien (Dewi Padi). Gadis itu diangkat anak oleh Yang dan Yin.

Ketika gadis itu menginjak remaja dan tampak kecantikannya Yang jatuh berahi kepadanya, sehingga antara Yang dan Yin terjadi pertengkaran. Alam sakit begitupun manusia, padahal semula manusia tidak pernah sakit dan tidak mengenal makan. Yin pun menjadi cemburu kepada Lo Yien. Lo Yien diberinya buah ajaib, yang ketika dimakan Lo Yien langsung mati. Maka dikuburkanlah ia. Tidak berapa lama keluarlah dari kuburnya padi, pulut dan tumbuh-tumbuhan. Manusia pun menjadi lapar. Yang dan Yin menyuruh pembantunya untuk menurunkan beras ke bumi dalam keadaan sudah masak.

Namun karena ulah laki-laki yang ingin serba tahu timbullah kesukaran, sehingga padi itu harus ditanam, ditumbuk, dan dimasak. Dari sanalah kemudian mereka memuja Dewi Padi. Pemujaannya antara lain pada musim menanam padi, mengetam dan menyimpan padi di lumbung, pada hari-hari tertentu, dan termasuk upacara menabur beras kuning atau sawer dalam upacara perkawinan.

Apakah benar dalam ajaran mereka juga ada upacara "Sembahyang Perkawinan"?

Memang betul. Dalam ajaran mereka ada beberapa macam sembahyang, Ada sembahyang ketika pendirian rumah baru, sembahyang menjelang gadis, sembahyang bersalin, dan termasuk sembahyang perkawinan. Sembahyang perkawinan dilakukan manakala seorang gadis telah mendapatkan jodoh. Ia dipertunangkan dan dikawinkan dengan upacara. Kawin yang umum ialah kawin beli. Dan ada kebiasaan, jika memiliki anak kembar sepasang dipisahkan dan setelah dewasa dikawinkan. Pengantin dimandikan dan diperciki air berkat lalu disisir oleh seorang anak-laki-laki kecil, Dipertemukan, disandingkan, dan ditepungtawari, beras kuning pun ditabur untuk mencari kerelaan Dewi Padi. Sembahyang perkawinan dilakukan sejodoh, menghadap patung Dewa jodoh. Lepas dari kawin terdapat upacara "Pecah Dara" dengan membagikan makanan pada tetangga, melepaskan kambing, burung atau kura-kura kecil berpuluh-puluh ekor.

Kalau upacara "Mandi Kembang" dari ajaran mana?

Mandi Kembang, Ketuk Pintu, Menginjak Telur, dan Tanya Jawab itu dari agama Brahman, yaitu agama Kultur Aria India. Dalam Kitab Wedaparikrama (Kitab Perkawinan), lepas Swayamwara bagi seorang Ksatria dan lepas pembayaran seolah membeli suami bagi kasta Waisya, terdapat upacara "Mandi Kembang" yang diteruskan dengan meminta berkat orangtua dengan mencucui kakinya dan bersujud kepadanya, menyalakan pelita saji dan menyalakan dupa, sajian di antaranya untuk Dewa Kama dan Dewi Rati, "Ketuk Pintu", dan "Tanya Jawab" agar terbuka berkat dan terhindar dari Dewa Perintang. Kemudian "Menginjak Telur" untuk Dewa Parnipa (Dewa Pengurus Kaki), "Mencuci Kaki Suami dan Menciumnya", "Bersanding dengan selembar kerudung berdua" dengan sikap tangan menyembah, "Memercikan air suci" dan "Pembacaan mantra-stotra" oleh seorang Brahmana, "Makan Sepiring Berdua" dan "Suap Menyuapi" yang dalam adat sunda disebut Huap Lingkung, "Tabur Bunga Rampai", melepaskan sepasang merpati untuk Indra (Dewa Angkasa), dan menari.

Dalam upacara itu ada Salam pada tamu Dewa, yang dilakukan dengan mengatupkan kedua belah telapak tangan ditaruh di dada, sambil berdiri atau bersimpuh, sedangkan untuk Dewa adakalanya diangkat ke atas lalu bersujud pada patungnya.

Dalam ajaran Brahmana juga ada tuntunan hidup bersuami istri dan pelajaran seks. Kitab tuntunan bersuami istri telah lama dikarang dan kelak disadur yakni salah satunya kitab "Kamasutra".

Selain kedua ajaran di atas, ajaran agama mana lagi yang memiliki upacara pernikahan?

Di dalam ajaran ummat Yahudi juga ada upacara pernikahan. Mereka punya upacar-upacara tertentu. Di dalam Kitab Yehezkil disebutkan "Maka adalah keadaan pengantin laki-laki itu ia berpakaian serba indah, bercelak matanya dan berharuman dengan minyak narwastu lalu diarak oranglah untuk mendapatkan pengantin perempuannya itu. Maka akan hal pengantin perempuan itu sesuai berlaku adat padanya, ia berpakaian serba indah, berkalung permata dan bergelang tangan dan kakinya. Maka pengantin perempuan itu duduk di pelaminan dan wajahnya pun bercadarlah kerudung sehingga tertutuplah ia".

Hatta manakala pengantin laki-laki hendak mendapatkan ia maka berlakulah adat bertanya jawab lalu iapun masuk dan ia pun menyingkapkan kerudung penutup wajah dan kepalanya itu, seraya ia berbaca: "Dengan nama Tuhanmu Hua, Elohim yang amat pengasih dan amat penyayang." Maka serta dijawab pengantin perempuan kepada pengantin laki-laki, katanya: "Semoga Elohim, Hua Tuhanmu memberkatimu." Maka keadaan pengantin perempuan itu terlalu amat malu tampaknya, dalam ketika ia menyampaikan jawabannya itu. Maka kedua pengantin itupun bersandinglah dan kepala keduanya pun berkerudung dengan selembar kain, yakni pengantin laki-laki menundukkannya pada pengantin perempuannya itu, demikianlah adat pengantin menurut tatacara Israel itu.

Dan bersetuju dengan firman Hua: :Aku pun mengembangkan sayapku atasmu dan menudungilah ketelanjanganmu dan akupun bersumpah setia kepadamu dan aku pun masuk janjilah dengan dikau, demikianlah firman Hua maka demikianlah engkau telah menjadi aku punya." (Yehezkil 16:8).

"Maka demikianlah berlaku adat pula jika ia mau memadu kawin kepada seorang perempuan sahaya yang ia beli, karena sesungguhnya seorang laki-laki itu bolehlah ia bersitri lebih daripada seorang dan tiada sedikitpun ia tercela, sepanjang tiada larangannya akan wasiat Imam dan ini pun telah berlaku bagi Raja Daud dan Raja Sulaiman dan raja-raja kemudian daripada ia." (Wasiat Imam 46:16-18)

Di dalam ajaran Islam ada istilah Khitbah sedangkan di luar Islam ada upacara "tukar cincin". Nah, sebetulnya upacara "tukar cincin" itu dari ajaran mana?

Ritus Tukar Cincin itu sebenarnya dari agama Yunani dan Romawi Kuno. Dalam pandangan mereka cincin kawin itu dikeramatkan dan dianggap sebagai pengganti alat pengikat dari Cupido. Jika cincin itu jatuh, dianggap berbahaya pada jenjang perkawinan, maka dibuatlah penangkal-penangkal. Bila hujan selalu turun dan mengganggu upacara, diletakannya cincin itu di halaman dan disajikannya sajian pada Cupido dan Dewa Penurun Hujan. Di dalam Islam tidak ada tukar cincin. Semua itu tidak diajarkan oleh Nabi SAW. Ritualnya begini, calon pengantin diikat dan dibawa dalam sebuah kereta. Lalu Cupido memberi jalan pengganti dengan ikatan cincin. Cincin laki-laki diberikan pada perempuan dan cincin perempuan diberkan pada laki-laki. Cincin itu dikenakan pada jari manis. Tukar cincin merupakan pengikat cinta dan Amor pun turun melepaskan anak panah pada hati keduanya. Ada tukar cincin yang langsung diikuti perkawinan dan ada yang ditangguhkan.

Lalu, dalam ajaran agama Yunani dan Romawi sendiri bagaimana upacara perkawinannya?

Ritus Perkawinannya begini, pengantin duduk berkerudung kuning lalu diperciki air oleh pendeta. Hadirin menyanyikan pujaan untuk Dewa Hymen, lalu dinyalakannya pelita dua buah atau lilin dua batang. Upacara perkawinan dilakukan di kuil atau di rumah keluarga perempuan. Disajikannya makanan dan minuman "prodeo" di antaranya untuk Amor. Roti pengantin dipotong dan dibagikan pada bujang dan dara, agar lekas mendapat kawan hidup. Pada awal perkawinan seorang Ksatria terdapat pula sayembara, lalu jika lepas upacara peresmian di kuil, kedua pasangan itu melalui lorong manusia di bahwah silang pedang.

Katanya dalam ajaran mereka juga ada istilah "kawin emas" dan "kawin perak"?

Memang betul. Itu istilahnya Pesta pembaharuan kawin. Jika usia perkawinan mereka sudah menginjak enam seperempat tahun diadakan kawin perunggu. Jika sudah duabelas setengah tahun, diadakan upacara kawin tembaga. Jika duapuluh lima tahun disebut kawin perak. Jika limapuluh tahun kawin emas dan jika lebih dari tujuthpuyluh lima tahun diadakan kawin berlian.

Pada ulangtahun perkawinan itu dinyalakan dua batang lilin besar, lalu diperhatikan mana yang lebih dulu habis, karena dianggap melambangkan siapakah di antara mereka itu yang lebih dulu mati. Upacara tukar cincin, perkawinan dan ulangtahun perkawinan Yunani dan Romawi hampir sama, hanya ada sedikit perbedaan dalam cara berpakaian. Masing-masing memuja Amor dan Venus.

Sumber : Risalah Online Edisi April 2001

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...