Kawannya, Kadir (Ramzi), seorang penjaga mushola menyarankan agar Madrim rajin shalat. Madrim mengikuti nasihat ini, tapi nasibnya tak kunjung berubah. Sebuah peristiwa perampokan mengilhami Madrim. Dalam doanya, ia mengancam Tuhan dan memberi tenggat waktu tiga hari. Jika doanya tidak terkabul, ia akan berpaling ke setan
"Aku capek, ya Allah. Gue rajin shalat dan bekerja mati-matian, tapi kenapa hidup gue begini? Kalau hidup gue nggak berubah, gue akan murtad," ancam Madrim dalam doanya.
Madrim pun berkelana dari satu kota ke kota lain. Hujan dan panas terus ia lewati. Ia pun terhenti di padang rumput dan disambar petir. Madrim pun pingsan.
Penduduk desa lalu menolongnya. Setelah sadar, tiba-tiba Madrim memiliki kemampuan dapat mengetahui keberadaan seseorang hanya dengan melihat foto. 'Kemampuan menerawang” ini dimanfaatkan polisi untuk melacak keberadaan para buron. Puluhan buron berhasil ditangkap polisi atas 'petunjuk' Madrim
Tantra (Deddy Sutomo), seorang 'buron kerah putih' yang kaya raya menjadi resah. Ia menculik Madrim dan menahan di apartemennya dengan memberinya gaji buta dan pengawalan ketat. Madrim pun seketika hidup berkecukupan. Namun lagi-lagi ia mengancam Tuhan agar bisa bebas dari 'kemampuan lebih'-nya yang ternyata justru menyiksa dirinya.
Kadir menduga, jangan-jangan 'kemampuan lebih' itu bukan pemberian Tuhan, tapi pemberian setan. Maka Madrim pun “menggugat setan”
Lagi-lagi Madrim mengalami koma. Setelah siuman, ia bukannya kehilangan kemampuan, tapi kemampuannya justru bertambah. Ia bukan saja bisa melihat gambaran seseorang saat ini, tapi juga gambaran di masa mendatang!
Dalam tempo singkat kekayaan Madrim meningkat. Tapi ia tak kunjung bahagia karena ia justru tak mampu melacak keberadaan istrinya sendiri. Ia pun memohon pada Tuhan agar dipertemukan dengan istrinya.
Apakah Madrim akan mendapatkan kebahagiaan sesungguhnya?
Ide cerita berasal dari sebuah cerita pendek Jujur Prananto. Kemudian penggarapan skenario juga akan dipercayakan kepada Jujur Prananto (Petualangan Sherina, Ada Apa dengan Cinta). Sedangkan penyutradaan Komedi religius ini dipercayakan kepada Hanung Bramantyo.
Melalui film ini, dakwah tak disampaikan lewat nasihat yang menggurui, tetapi mengalir begitu saja dalam obrolan santai. Misalnya, saat Madrim curhat kepada Kadir, sahabatnya itu balik bertanya, "Yang paling makbul itu doa ibu. Gimana mau dapat berkah kalo lo enggak pernah nyenengin emak lo."
Aming cukup sukses berperan dalam film ini. Ia berhasilkan meninggalkan citranya sebagai 'banci' seperti yang dilihat dalam berbagai tayangan televisi.
Film ini terasa cukup 'kuat' lewat casting pemilihan bintang-bintang film senior yang pas. Nani Wijaya sebagai ibu Madrim, seorang bekas pelacur; Dedi Sutomo sebagai buron kelas kakap; Jojon yang 'menanggalkan baju' pelawaknya.
Meskipun memiliki label komedi, film ini jauh dari adegan slapstick yang kerap menyebalkan itu.
Judul Film: Doa yang Mengancam
Pemain: Aming, Titi Kamal, Ramzi, Dedi Sutomo, Nani Wijaya, Jojon, Zaskia A Mecca, Cici Tegal, Cahya Kamila
Sutradara: Hanung Bramantyo
Penulis: Jujur Prananto
Jenis Film: Komedi
Produser: Leo Sutanto, Mitzy Christina
Produksi: Sinemart
Durasi: 90 menit [L1]
No comments:
Post a Comment