Saturday, March 21, 2009

Tuna Netra Palestina Menemukan Metode Baru Pengajaran Braille

Di negeri damai seperti Indonesia, ide kreatif jarang muncul. Yang ada kontes mode dan musik. Tapi di negeri terjajah, ide brilyan muncul

Sammer Abu Al Rub adalah seorang guru tuna netra, yang berasal dari desa Masalye di Jenin wilayah Utara Tepi Barat. Hasil kerjanya selama bertahun-tahun di sekolah Nur (cahaya) yang khusus tuna netra berupa metode baru pengajaran huruf Braille, berhasil mengantarkannya menjadi pemenang utama pada Inspire Palestine Contest.

Abu Al Rub, 40 tahun, bertekad untuk membantu para tuna netra mengubah hidup mereka agar lebih maju. Ia menginginkan para pelajar dapat menguasai huruf Braille dengan mudah.

Pada tahun 2002 ia diberitahukan bahwa penglihatannya akan hilang dan tidak bisa disembuhkan akibat kelainan genetik. Meskipun demikian, pria yang berhasil menyelesaikan kuliahnya di jurusan bahasa Inggris pada 1987 ini tidak patah semangat. Ia justru segera berusaha mencari alternatif sumber mata pencaharian untuk keluarganya. Ia menemui Presiden Yasser Arafat kala itu, meminta bantuan untuk mendapatkan pekerjaan demi masa depannya dan keluarga. Arafat menjawabnya dengan berkata, "Semoga Allah memberkahi mu," kemudian mengangkat Abu Al Rub sebagai guru di sekolah Nur.

"Ketika mengajar, saya menemui kendala-kendala dan mulai mencoba membangun sebuah cara pengajaran dalam pelajaran tentang tubuh manusia. Saya membuat peraga yang menggambarkan sistem urinari dengan pasta, yang saya ciptakan berdasarkan pengalaman di masa lampau. Metode itu berhasil, para siswa dapat membuat sebuah gambaran dalam benaknya dengan menyentuh benda sesuai dengan materi yang mereka pelajari," cerita Abu Al Rub.

"Ide penemuan saya berasal dari kesulitan yang saya hadapi ketika mengajar. Ada banyak siswa yang mulai kehilangan penglihatannya di usia 10 tahun atau lebih. Mereka terbiasa membaca huruf Braille dengan sisa-sisa penglihatan yang mereka miliki. Yang mana, huruf-huruf itu sangat kecil sehingga menyakitkan mata. Oleh karena itu saya berpikir untuk membesarkan ukuran huruf-hurufnya. Dan dengan pertolongan Allah, saya membuat papan kayu yang dibagi dalam beberapa kelompok yang memiliki 6 lubang. Masing-masing kelompok membentuk satu huruf yang bisa disentuh sehingga mudah untuk dibaca. Cara itu juga sangat baik untuk mengajarkan Braille kepada tuna netra pemula. Hasilnya sangat memuaskan ketika diterapkan di sekolah. Dan saya berharap setiap orang buta bisa menggunakannya," jelas Abu Al Rub lebih lanjut.

Abu Al Rub tidak berpikir dua kali untuk mengikuti kontes tersebut. "Saya menampilkan penemuan itu dengan nama ‘Kepedihan yang menjadi Harapan’. Ide saya termasuk salah satu dari ratusan ide yang dibahas oleh panitia khusus. Setelah itu ada interview sehingga saya bisa menjelaskan dan menunjukkan ide saya. Akhirnya ide itu menjadi pemenang utama dan berhak atas hadiah ribuan dolar untuk biaya pengembangan.”

"Pengembangan dan aplikasi, adalah mimpi terbesar saya, sekolah dan orang banyak yang memerlukan papan itu. Meskipun saya gembira dengan hadiah yang didapat, tapi itu belum lengkap tanpa adanya pengembangan dan aplikasi. Saya masih menemui kendala untuk menemukan institusi atau orang khusus yang bisa merancang mainan anak-anak yang dapat diajak bekerja sama dalam memproduksi alat itu guna membantu para tuna netra. Saya sudah mengunjungi dan mengetuk banyak pintu institusi, dan pencarian masih terus berlanjut. Saya menghimbau orang-orang untuk membantu mewujudkan impian dan ide saya, yang sangat berarti bagi setiap penyandang tuna netra." Demikian harapan Abu Al Rub.

Sumber : www.hidayatullah.com]




No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...