Sunday, January 2, 2011

Gereja itu Akhirnya Beralih Menjadi Masjid

Di Clitheroe,  Manchester, pergulatan melibatkan para profesional muda keturunan Pakistan untuk ‘menyulap’ gereja menjadi sebuah masjid. 

Di tengah dinginnya malam musim dingin tahun ini, sebuah kota kecil yang sangat terpencil di pedalaman Inggris sepakat untuk mengizinkan beralih fungsinya sebuah bekas gereja Kristen menjadi sebuah masjid.

Pemungutan suara terbatas, yang diadakan oleh pemerintah daerah setempat ini, menandai akhir perjuangan sengit komunitas kecil umat Islam untuk mendapatkan tempat ibadah. Dengan mengubah sebuah gereja Metodis menjadi sebuah masjid. Gereja ini sebelumnya sudah beralih fungsi menjadi pabrik, sejak ditinggal kabur jemaahnya 40 tahun lalu.

Pertarungan ini menandai kegelisahan warga Inggris terhadap minoritas Islam, khususnya mengenai akan masuknya kelompok teroris. Ketaatan umat Islam pada agama telah memicu meningkatnya sikap sekuler orang Inggris.

Inggris boleh saja terus mengaku  sebagai negara Kristen. Tapi kenyataannya, jumlah umat Islam yang taat beragama mengungguli jumlah umat kristen yang sudi datang ke gereja. Demikian survei yang dilakukan Chirstian Research, lembaga yang khusus mendokumentasikan umat Kristiani di Inggris    

Jumlah umat Islam di Inggris sekitar 1.6 juta jiwa, atau sekitar 2.7 persen dari jumlah total penduduk. Sedang populasi di Clitheroe 14.500 jiwa.

Di Clitheroe,  kota kecil di utara Manchester, pergulatan ini melibatkan para profesional muda keturunan Pakistan yang penuh gairah berhadapan tradisi ketat warga setempat.  Di kota ini istana Norman dan gereja Anglikan sudah berdiri sejak 1122.

"Kami sudah 30 tahun berusaha untuk mendapatkan tempat ibadah," kata Sheraz Arshad (31), pemimpin komunitas Muslim setempat. Arshad adalah warga keturunan Pakistan. Ayahnya bernama Muhammad Arshad, imigran dari Rawalpndi yang datang pada 1965 untuk bekerja di pabrik semen di pinggir kota. Arshad sendiri bekerja sebagai manejer proyek di British Aerospace.
Masyarakat di sini menganggap diri mereka sebagai penghalang terakhir berdirinya masjid yang menjadi fenomena tersendiri di kota industri ini. Tekad kuat Arshad untuk membangun masjid di Clitheroe jelas tidak mulus.

Ayahnya yang wafat pada 2000 lalu, mewarisi perjuangan untuk mendirikan masjid bagi sekitar 300 warga muslim di sana, dan Arshad siap melanjutkan perjuangan.

"Saya pikir, kenapa saya diperlakukan tidak adil. Seperempat gaji saya untuk membayar pajak. Dari sini saya tergerak untuk berjuang mendirikan masjid, "kata Arshad.

Hingga kini, Arshad dan ayahnya telah delapan kali mengajukan permohonan pendirian masjid, bahkan pernah berencana membeli sebuah rumah di pinggir kota untuk dijadikan masjid. Bahkan katanya dia pernah berusaha membeli tanah dari dewan kota, tapi ditolak mentah-mentah.
Arshad sering mendapati cemoohan pada pertemuan dengan dewan kota. "Pulang kau, Paki!," kenang Arshad sedih.

Pemda setempat beralasan, pendirian masjid ini dikhawatirkan akan menarik para pendatang - khususnya muslim - untuk pindah ke Clitheroe. Sebuah surat pembaca di suratkabar lokal, The Clitheroe Advertiser dan Times mengatakan, meningkatnya populasi umat Islam di dua kota tetangga Blackburn dan Preston juga akan terjadi di Clitheroe.

Menanggapi hal ini, Arshad tergerak untuk membuktikan dirinya seorang muslim moderat, yang bersedia ambil bagian di setiap kegiatan kota tersebut. Dia membentuk kelompok pramuka antaragama, bernama Beaver Scouts, yang menghargai berbagai acara keagamaan termasuk acara agama Tao dan tahun baru Yahudi.

Arshad juga mendirikan Pusat Pendidikan Islam Madina, sebuah kelompok antaragama bagi orang dewasa. Dia juga melakukan persuasi kepada Pemda setempat untuk mendirikan sebuah komite, dan mengadakan sejumlah kuliah berseri tentang konflik global yang menarik para tokoh akademisi penting.

Pada malam pemungutan suara 21 Desember lalu, gedung dewan disesaki 150 orang. Polisi siap siaga di luar gedung. Suara untuk Masjid unggul 7 banding 5, dan tidak ada aksi kekerasan.
"Saya berpikir akan mengundurkan diri, jika faktanya kita akan kalah, " kata Arshad. "Tapi hasil akhirnya sangat mengharukan".

Menurut rencana tata kota, gereja hanya boleh difungsikan sebagai tempat ibadah. Itulah sebabnya dewan kota menginzinkan untuk mengalihkan fungsi gereja tua tersebut menjadi masjid. Demikian dikatakan Geoffrey Jackson, Ketua Eksekutif LSM Trinity Parnership, seorang Metodis yang turut mendukung perjuangan Arshad. 

Jackson juga memuji sikap/kelakuan Arshad. "Dia seorang pria yang unggul, punya aksen Lancashire (logat Inggris pedalaman yang kental-red), lahir dan besar di sini, dan mengenyam pendidikan di Clitheroe," ungkap  Jackson.

Tapi perjuangan belum berakhir. Di balik kesepakatan tadi, masih tersimpan dendam di antara mereka yang kontra. Buktinya adanya hal itu, adalah perusakan beberapa kaca jendela gereja (masjid) tersebut.

Di jalan utama Clitheroe, meskipun Pemda setempat mengizinkan berdirinya masjid, pengaruh perkembangan Islam masih dikhawatirkan warga setempat.

"Terdapat begitu banyak perlawanan, " kata Robert Kay, seorang sopir bayaran. Tapi Kay mengatakan, orang-orang yang berjuang atas masjid adalah orang yang gigih, yang tidak menyerah begitu saja.

Pada 1960an Gereja Metodis Gunung Zion berubah fungsi menjadi pabrik (ukiran/kerajinan kayu) yang diekspor ke timur tengah. Masa mulai menurunnya jumlah umat kristiani yang pergi ke gereja.  

[nytimes.com/Surya/cha.]

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...