Wednesday, June 13, 2007

Kacang lupa kulitnya


Mau nimbrung lagi tentang semakin lupa dan nyusutnya penguasaan bahasa daerah terutama urang lembur yang ngumbara (*perantau) kekota, jangan sampai ada ungkapan kacang lupa kulitnya. Mentang-mentang sudah lama tinggal di metropolitan yang katanya modern kita malah lupa dengan jatidirinya sehingga kita malah kebetawi-betawian saat kelembur sehingga bahasa sunda-nya amburandul bercampur baur dan malah jadi norak dan memalukan kita, pastinya bahasa urang teh kedah dimumule (**dipelihara) oleh siapa lagi kalau bukan kita.

Caranya bagaimana ? seperti biasakan kalau dirumah biasakan pakai bahasa daerah dengan keluarga kita sehingga pembiasaan ini akan tertanam pada anak-anak kita yang memang lahir dan besar di ibukota tidak melupakan asal-usul budayaanya termasuk bahasa ibunya. Hal lain, kenalkan budaya daerah dengan mengajak rekreasi liburan ketempat asal bapak-ibunya biar tahu kehebatan budaya asal daerah, sehingga akan melahirkan kebanggaan sukunya.

Ashobiyah (***fanatisme suku) menurut agama tidak boleh berlebihan tapi posisi ini adalah penanaman jati diri, biar bisa melestarikan bahasa daerah yang mulai tergeser posisinya dengan bahasa Indonesia. Bandung-pun tidak jauh berbeda dengan ibukota yang lainnya sudah terdesak dengan semakin sulitnya penguasaan bahasa sunda terutama generasi mudanya. Tentu saja suatu waktu kita akan sempat menyaksikan bahasa sunda hilang dari peredaran, tentu saja kerugian sebuah budaya yang memotong generasi dan sejarah masa lalunya. Sungguh sebuah ironi besar, bila itu terjadi didaerah pasundan. Aplagi materi bahasa sunda malah dipandang sebelah mata (kasus Bekasi) bila dibandingkan dengan bahasa lainnya, katanya sulit dicerna ditambah guru yang menyampaikan bukan orang sunda dan sama sekali tidak mengenal budaya sunda, sungguh sebuah kesalahan besar justru terjadi didaerah pasundan. wallahu alm bishowab.

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...