Saturday, December 8, 2007

Public Relation Politik



Black campign dalam pilkada ?

Pernah kita mendengar istilah "Black campign" atau kampanye hitam saat pemilu 2004, dengan mempublikasikan isu sara, keagamaan dan isu pencitraan yang jelek terhadap lawan politiknya dan dengan kampanye seperti ini ternyata bisa membentuk opini publik yang luar biasa dahsyatnya, apalagi para pemilih kita rata-rata masih melek politik, figuritas dan mudah terkena propaganda tersebut.

Istri Susilo Bambang Yudoyono presiden kita sekarang saat pemilu 2004 sempat kena bidik isu negatif terhadap istrinya yang namanya Christianingsih dirumorkan beragama kristen karena nama depannya mirip dengan nama agama lain atau dalam pilkada kota Bekasi yang sedang hangat-hangatnya, H. Awing Asmawi, SE calon dari partai Demokrat membantah kalau "H" didepan namanya benar-benar "Haji "bukan nama baktis "Hendrikus" atau mungkin pernah dengan dari PAN juga ada namanya Samuel Koto yang asli Minang dan beragama Islam.

"Apalah arti sebuah nama", kata pujangga Inggeris Shakespeare, tapi dari nama itulah pencitraan seseorang dibentuk, karena dalam pilkada bukan hanya menjual program dan partai semata, tapi juga menjual diri dan pemikiran pribadinya termasuk pencitraan kepribadiannya termasuk "kesehatan dan rumor PKS anti tahlilan, anti yasinan dan anti Qunut" yang dijadikan isu bagi calon dari PKS dan lebih hebat lagi black campign dengan motive ideologi, pernah tersebar selebaran dengan kop PP-PKS di pilkada kabupaten Bekasi dan terakhir dalam pilkada kota Bekasi yang memberondong Ustad syaikhu yang mengisukan PKS partai yang anti qunut, anti muludan dan anti yasinan. Salah satu ormas Islam siap mendukung SUKA dengan kontrak sosial tidak melarang masyarakat Bekasi untuk tetap kunut dan yasinan.

Isu sara ini memang sasaran yang paling mudah untuk konsituen kelas bawah yang kurang dalam pertimbangan politiknya dan lebih melihat pigur pribadinya dan sebagian politikus menganggap wajar-wajar saja, walau rumor itu kurang ber-etika dan mencerminkan kelemahan pribadi, bukannya menonjolkan program real yang bisa dijual kemasyarakat jauh lebih terhormat.

Jadi kedewasaan masyarakat dalam memilih pemimpin dan mudah-mudahan kota bekasi memilih pemimpin yang benar-benar sholeh secara sosial dan kegamaan, memiliki kapabilitas yang baik dan peka terhadap permasalahan sosial di kota Bekasi bukan sekedar memanpaatkan birokrasi dan institusi negara untuk dijadikan media pencitraan pribadi. Belum jadi walikota sudah begitu, ngabae atuh?

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...