Thursday, December 6, 2007

Singapore : Bandit's save heaven

Singapura Ibu Kota Republik Indonesia
Secara defacto Singapore memang merupakan Ibukota negara Republik Indonesia.Buktinya, hampir semua barang yang masuk dan keluar dari Indonesia harus melalui Singapore. Jika anda mencoba pesan langsung dari Eropa atau Jepang, maka barang impor anda itu akan membutuhkan waktu yang lama, dan biaya yang lebih mahal. Akan lebih cepat dan murah jika melalui Singapore, demikian juga dengan export anda.

Sebagai negara yang paling banyak pulaunya seharusnya kapal Indonesia-lah yang merajai lautnya sendiri. Kenyataannya, yang menguasai perairan Indonesia adalah kapal berbendera asing, 70 % diantaranya milik Singapore, suatu negara yang sebenarnya tidak butuh kapal! Beberapa kapal diantaranya bertugas membawa batu-bara dari Kalimantan ke Jawa untuk pembangkit listrik Paiton dan Suralaya. Pantas saja harga listrik kita mahal.

Untuk meresepkan obat kepada pasiennya, seorang dokter melihat pada buku daftar obat yang beredar di indonesia yangdikeluarkan oleh perusahaan Singapore (MIMS) demikian juga bagi rumahsakit yang ingin membeli alat medis melihat padabuku MEDEX yang dikeluarkan perusahaan yang sama. Jadi jika anda memproduksi obat, anda harus daftar dan bayar ke Singapore.

Untuk melancarkan bisnisnya di Asia, pabrik-pabrik komponen elektronika dan industri membuka agennya di Hongkong, Bangkok, Malaysia, dan Philipina. Sedangkan untuk Indonesia agennya ada di Singapore. Dengan mengatur arus Barang, modal dan jasa, Singapore bisa menentukan harga jual dan harga beli (seperti yang dilakukan Belanda dulu), bahkan nilai Rupiah kita! Setelah berhasil menggusur orang melayu dari negara pulau itu, kini Singapore ingin menguasai perdagangan di Indonesia melalui tangan hoakiau yang berwarganegara Indonesia. Para hoakiau warga negara Indonesia ini, pada umumnya memiliki dua nama: kalau berurusan dengan pemerintah Indonesia atau masyarakat luas, dia gunakan nama lokal seperti Joko atau Wijaya. Tetapi, dalam menghadapi sesama hoakiau, mereka gunakan nama asli Dengan dua nama tadi, maka upaya menguasai perekonomian pribumi menjadi mulus. Sekarang saja, para hoakiau itu sudah menguasai semua industri dasar seperti terigu (dan turunannya seperti mie, biskuit dan lain-lain), menguasai industri dan distribusi minyak goreng (dan turunannya seperti mentega, sabun ,shampo dan sebagainya), menguasai industri plastik, otomotif, cat dan sebagainya.

Dengan memantau arus barang dari dan ke Indonesia, maka Singapore bisa menekan
exportir dan importir kita yang bernama Joko agar menjadi Lim.
Jika toko anda berhasil menjual banyak cat, lalu anda mengajukan menjadi agen, maka toko anda akan segera bangkrut karena akan berdiri agen cat milik cina di dekat toko anda! Dulu, ketika melayu masih banyak.

Di Singapore juga diterapkan policy yang
menekankan bahwa anak ketiga bukanlah anak negara. Anak ketiga ini nantinya sulit mendapat kesempatan bersekolah di sekolah negeri (sekolah milik pemerintah) yang relatif murah dan bermutu. Sementara itu, orang melayu di
sana relatif lebih sulit mencari pekerjaan. Kalaupun ia seorang Insinyur, ia harus bekerja di perusahaan/pabrik milik Cina, dengan gaji separoh dari orang cina. Akibatnya yang berpeluang punya anak banyak dan menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta terbaik (dengan biaya mahal) adalah komunitas mayoritas Cina. Boleh jadi memang demikianlah adanya, bahwa Singapore adalah Ibukota RI, mengingat beberapa kebijakan yang merugikan kaum melayu (pribumi) juga diterapkan di Indonesia. Termasuk, kebijakan menghancurkan perekonomian kaum pribumi.

Dengan kepandaian me-lobbi pejabat pemerintahan, keluarlah pinjaman yang
dinikmati oleh pengusaha cina, yang lebih parah lagi, dengan dana murah tersebut mereka membangun pabrik-pabrik yang nantinya menghancurkan pabrik sejenis milik pribumi yang sudah ada. Para pedagang singapura bebas bolak balik singapura jakarta sementara warga negara indonesia tiap ke singapura harus membayar satu juta rupiah karena peraturan fiskal RI, maka matilah pedagang pribumi!
Singapura menempatkan industri low-end-nya di Batam (prasarananya dibiayai oleh RI) dan membuang sampah-nya ke Riau, Singapura juga memanfaatkan pulau Tanjung-Balai-Karimun sebagai tempat hiburan sex mereka.

Jika anda bertemu
orang pribumi di Karimun ini, kemungkinan besar mereka adalah pelacur (wanita) atau kuli/sopir (pria).
Kepada kalangan pribumi saya mengimbau agar mempunyai kesadaran sendiri, jangan terlalu menaruh harapan kepada para pejabat, karena pada umumnya mereka itu bisa dibeli. Kita juga sudah seharusnya mendesak pemerintah agar setiap WNI (pri dan nonpri) dilarang mempunyai/menggunakan dua nama. Bagi keturunan Cina, mereka boleh memilih hanya satu nama saja, nama Cina saja atau nama lain yang bukan Cina, jangan dua-duanya

Sumber
:http://triadkita.blogspot.com/2006/05/singapore-bandits-sav
e-heaven.html

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...