Thursday, January 24, 2008

Pesta Pilkada Gubernur Terbesar di Indonesia

Kalau melirik hajat gede orang Jawa barat tahun ini tentu pilkada gubernur yang tentu saja terbesar di Indonesia dan mudah-mudahan tidak melahirkan konflik baru yang kita lihat kasus dominasi pusat dan birokrasi dalam penentuan sempat kasus Depok, kasus Sulsel yang melibatkan MA dalam kasus pemilihan ulang termasuk Sengketa proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Provinsi Maluku Utara (Malut) akan diputuskan di Mahkamah Agung (MA). Kata Ketua KPUD Provinsi Malut, M Rahmi Husen, mengungkapkan, alasan menyerahkan penyelesaian sengketa pilkada Malut ke MA dikarenakan lembaga kehakiman tertinggi itu akan lebih cepat mengeluarkan keputusan. Padahal Maluku Utara berhasil menyelenggarakan dan menghitung hasil perolehan suara pilkada yang menempatkan calon Thaib Armaiyn dan Abdul Gani sebagai peraih suara terbanyak. Keputusan KPUD Provinsi Malut tersebut kemudian dibatalkan KPU Pusat dengan alasan pilkada tidak sah sehingga perlu dilakukan pemilihan ulang yang menghasilkan pemenang yang berbeda. (Republika online, 24/1/08)

Kunaon artinya otonomi daerah atuh, kalau pusat terlalu ikut campur karena desakan birokrasi status quo yang tidak siap menang kalah. Bagi orang Jawa Barat yang ngota mah jangan ribut biar hak orang lain untuk menentukan sendiri, tidak usah dulu lapor ke MA dulu semuanya bisa dimusyawarahkan ku para inohong, saha yang kepilih terima dengan hati bukan otot.

Apalagi lihat potensi jumlah pemilih di Jabar menurut Bogor News (24/1/2008) Daftar penduduk potensial pemilih (DP4) pada Pemilihan umum Gubernur dan wakil Gubernur Jawa Barat yang akan digelar 13 April 2008 tercatat 29.474.152 orang. Jumlah penduduk potensial pemilih itu diperkirakan sekitar 74 persen dari jumlah penduduk Jawa Barat yang mencapai 39,8 juta orang.

Coba lihat ringkasan pendapat tentang pilkada Jabar

Sebagaimana diungkapkan guru besar Fakultas Hukum Unpad, prof.Dr. I Gde Pantja Astawa (Pikiran Rakyat, 24/1/08) mengungkapkan bahwa posisi gubernur adalah sebagai jabatan publik, karena pada jabatan gubernur itu sendiri melekat dual position dengan fungsinya masing-masing, baik sebagai kepala daerah maupun sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Kesemuanya itu dipertanggungjawabkan kepada publik atau rakyat sebagai konsekuensi prinsip kedaulatan rakyat bahwa “yang dipilih bertanggungjawab kepada yang memilih”.

lebih lanjut Astawa berpendapat kalau Permasalahannya sekarang adalah berkenaan dengan calon gubernur itu sendiri beserta kekuatan politik pendukung calon yang bersangkutan. Besar kemungkinan calon independen atau perseorangan akan tampil sebagai kontestan bila instrumen hukum yang mengatur calon perseorangan itu sudah terbit mendahului pelaksanaan Pilkada Gubernur Jabar. Kemungkinan tampilnya calon perseorangan, beralasan, karena selain letak Jawa Barat berdekatan dengan pusat kekuasaan dan pemerintahan (Jakarta), juga secara kuantitatif dan kualitatif, relatif banyak putra-putri Jawa Barat yang pernah berkiprah di tingkat nasional. Jabar punya tokoh birokrat, petinggi militer dan polisi, pengusaha, politisi, seniman, budayawan, artis, dan lain sebagainya yang ingin mengabdikan dirinya di tanah kelahirannya (Jawa Barat) tanpa keterikatan dengan partai politik mana pun.

Incumbent dan orang-orang yang diusung oleh partai politik tertentu atau pun koalisi dari beberapa partai politik sebagai calon gubernur, akan lebih banyak mewarnai dan menyemarakkan Pilkada Gubernur Jabar. Tanpa menyebut nama, siapa pun punya peluang dan kesempatan yang sama untuk diusung dan tampil sebagai calon gubernur, sepanjang memenuhi persyaratan dan kriteria yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.

Demikian pula (koalisi) partai-partai politik yang mengusung calon-calon gubernur, punya peluang dan kesempatan yang sama untuk memenangkan calonnya masing-masing. Meskipun hasil survei lembaga tertentu telah memublikasikan secara luas nama-nama tertentu yang lebih dikenal oleh masyarakat Jawa Barat, namun itu belum menjadi jaminan bahwa nama yang bersangkutan (apabila mencalonkan diri ataupun dicalonkan oleh partai politik) akan dipilih oleh rakyat sebagai gubernur dalam pilkada nanti.

Di luar calon perseorangan, dengan mengacu pada hasil pilkada di beberapa provinsi di luar Jawa Barat, dapat dijadikan masukan yang berharga bagi partai politik di Jawa Barat untuk melakukan konsolidasi internal sebelum tampil mengusung calonnya dalam pilkada nanti. Sekaligus sebagai bahan untuk membaca dengan smart peta politik di Jawa Barat kontemporer. Artinya, belum merupakan suatu jaminan bahwa beberapa partai politik yang memperoleh suara terbanyak pada pemilu legislatif dan Pilpres 2004, calon-calon yang diusungnya akan secara otomatis atau serta merta akan memenangi pilkada.

Kemungkinan yang mendekati kenyataan politik adalah terjadinya koalisi partai politik mengusung nama-nama tertentu sebagai calon gubernur, ataupun nama-nama yang sama akan didukung oleh koalisi partai-partai politik menengah ataupun kecil. Koalisi yang bagaimana yang akan terbangun dan terjalin di antara partai-partai politik yang ada di Jawa Barat, tidak mudah terbaca secara hitam putih. Selain karena sudut pandang dan kepentingan yang berbeda di antara partai politik yang ada, juga setiap kali bicara politik identik atau sama dengan bicara tentang seni dari segala kemungkinan (art of possibility).

(Sumber : http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/112007/03/0901.htm)



No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...