SEJARAH Kota Jakarta atau
Bahkan, yang sudah dinyatakan sebagai cagar budaya pun, seperti Gedung Candra Naya, yang pernah dipakai Sin Ming Hui atau Perhimpunan Sinar Baru pada tahun 1946 itu, kondisinya tidak terawat. Beda dengan daerah lain seperti
Kenyataan itu terungkap dalam seminar Chinese Houses: The Architectural Heritage of a Nation di Museum Bank
Heuken mengatakan, sebelum tahun 1740 rumah orang Tionghoa masih banyak di
"Bangunan tua berarsitektur Tionghoa yang tersisa dan masih terawat hanya berupa klenteng. Sedangkan rumah-rumah berarsitektur Tionghoa di kawasan Senen, Glodok, Pinangsia, walau masih ada yang tersisa, kondisinya memprihatinkan. Ini sangat disayangkan sekali, karena dari dulu banyak juga sumbangan etnik Tionghoa dalam pembangunan Kota Jakarta," ujarnya.
Menurut Heuken yang menulis buku Historical Sites of Jakarta (2000) dan Gereja-gereja Tua di Jakarta dan Masjid-masjid Tua di Jakarta (2003), arsitektur Tionghoa tidak hanya ditemukan di rumah, gedung, dan klenteng Tionghoa, tetapi juga ditemukan pada bangunan Masjid, seperti pada bangunan Masjid Kebun Jeruk, Masjid Tambora, dan Masjid Angke. Jika di Masjid Kebun Jeruk dan Tambora dengan pengaruh Tionghoa cukup kuat, maka di Masjid Angke juga ada pengaruh arsitektur Belanda.
David Kwan mengatakan, peninggalan bersejarah etnik Tionghoa yang terbesar dan terlengkap di
Menurut Kwa, jika tak ada upaya pelestarian dari pemerintah, peninggan bersejarah etnik Tionghoa mungkin tinggal nama. Kepada peserta seminar, Kwa menjelaskan tiga ciri utama bangunan berarsitektur Tionghoa, yakni di ujung atapnya melengkung seperti busur, simbol ekor walet. Ini pertanda pemilik bangunan adalah kalangan pejabat Tionghoa.
Kemudian ada sepasang singabatu. Sepasang singabatu tidak hanya dipasang di klenteng, tetapi juga di rumah-rumah. Lalu, atapnya bergaya pelana. Ini rumah masyarakat Tionghoa kebanyakan, tidak hanya di
Menurut David Kwa, Gedung Candra Naya adalah contoh bangunan berarsitektur Tionghoa yang ada pengaruh Hindia Belanda, seperti ada penyangga atap dari besi yang khas Belanda. Sementara di Tiongkok tidak ada penyangga besi. Lantai dari marmer, pintu/jendela berukuran besar, jendela dengan tempias.
Sedang Ronald Knapp memaparkan tentang bangunan-bangunan tua di
Bangunan baru tersebut seperti meneruskan pola-pola bangunan lama, jelas Knapp, sembari menyangkan foto pembanding situasi bangunan dulu dan kondisi bangunan tersebut sekarang.
Yurnaldi
Sent from my BlackBerry © Wireless device from XL GPRS/EDGE/3G Network
No comments:
Post a Comment