Saturday, June 14, 2008

Mengejar Matahari Bromo

SOROT sinar matahari yang jatuh di punggung gugusan anak Gunung Tengger kala pagi hari merupakan detik-detik yang selalu dinantikan wisatawan Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru. Keindahan yang jadi kebanggaan anak negeri.

Udara dingin menusuk tulang saat berada di puncak bukit (gunung) Pananjakan langsung hilang saat pendar merah di langit ufuk timur kawasan Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru (TN-BTS) mulai menyebar. Sekujur tubuh langsung bergetar kegirangan ketika matahari mulai mengintip dari peraduan.

Tak bisa dimungkiri, sorot sinar matahari yang jatuh di punggung gugusan anak Gunung Tengger merupakan detik-detik yang selalu dinantikan wisatawan TN-BTS. Guyuran sinar inilah yang membuat panorama alam kawah Bromo yang ada di atas ketinggian 2.270 meter terlihat indah dan terkenal seantero bumi. Saat matahari terbit, seluruh panorama alam di kawasan Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru (TN-BTS) yang sebelumnya diselimuti gulita malam perlahan mulai terlihat menyibakkan keindahannya.

Gugusan Gunung Bromo, Kawah Tengger, lautan pasir seluas 5.250 meter persegi hingga puncak Gunung Semeru yang merupakan tertinggi di Pulau Jawa bisa tergambar dengan jelas dari bukit yang memiliki ketinggian 2.270 meter di atas permukaan laut ini. Lokasinya persis di sisi utara Kawah Tengger menjadikan titik gardu pandang puncak Pananjakan memungkinkan bagi wisatawan TN-BTS melihat ke segala penjuru arah angin dan menikmati kemasyhuran wisata Gunung Bromo hingga puas.

Begitu pentingnya posisi puncak Pananjakan dalam kalender wisata Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru (TNBTS) menjadikan titik gardu pandang, yang masuk wilayah Kabupaten Pasuruan ini menjadi obyek "wajib kunjung" bagi wisatawan yang ingin menikmati keindahan Gunung Bromo.

Hamparan awan putih yang bergulung-gulung bak lautan permadani merupakan pemandangan pertama yang bisa dinikmati dari puncak Pananjakan. Gambaran keindahan wisata dari puncak Pananjakan ini baru sekelumit kisah dari serangkaian objek wisata TN-BTS seluas 50,27 hektare yang terhampar mulai Gunung Semeru hingga gugusan anak Gunung Tengger, termasuk Gunung Bromo. Banyak objek lain bisa dinikmati selain pemandangan alam Gunung Pananjakan.

Beberapa di antaranya yang kerap menjadi sasaran kunjungan wisatawan adalah pemandangan Ranu Pane, Ranu Kumbolo, Ranu Regulo, Padang Rumput Watu Gedhe-Bantengan hingga puncak Gunung Semeru yang memiliki ketinggian 3.676 meter di atas permukaan laut. Berbagai objek wisata ini memberikan panorama keindahan alam berbeda-beda.

Perjalanan menuju objek wisata TNBTS yang berada di antara empat wilayah Kabupaten Malang, Lumajang, Pasuruan, dan Probolinggo ini sebenarnya bisa ditempuh melalui empat pintu masuk, yakni pintu masuk Cemoro Lawang (Probolinggo), Wonokitri (Pasuruan),Ranu Pane (Lumajang) atau dari pintu masuk Tumpang (Malang).

Namun, dari empat jalur ini yang paling padat dilalui wisatawan adalah melalui pintu masuk Cemoro Lawang dan Wonokitri. Kedua jalur ini memang telah memiliki fasilitas jalan beraspal yang memungkinkan kendaraan umum maupun pribadi milik wisatawan masuk hingga mencapai puncak. Dua jalur lain yakni dari pintu masuk Ranupane dan Tumpang merupakan jalur khusus pendakian yang hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki.

Sekalipun jarak antarmasing-masing objek wisata di kawasan TN-BTS cukup jauh, pengunjung atau wisatawan yang ingin menikmati keindahan pemandangan alam di puncak Gunung Pananjakan, lalu melanjutkan ke objek wisata kawah Gunung Bromo, bahkan hingga padang rumput Semeru bisa menempuhnya dengan menyewa kendaraan jeep jenis Hardtop yang tersedia sekitar pintu masuk.

Paket wisata yang ditawarkan kendaraan Hardtop ini biasanya dimulai pada dini hari, sekitar pukul 03.30. Pilihan waktu itu umum dilakukan karena rata-rata wisatawan yang berkunjung ke Gunung Bromo sangat terobsesi melihat sunrise maupun keindahan alam Bromo-Tengger-Semeru dari puncak Pananjakan.

Jarak tempuh menuju lokasi ini mencapai 30 menit setelah Hardtop yang dikendarai melintasi jalur gurun pasir sepanjang 2,5 kilometer hingga ke kaki bukit. Dari pintu masuk Gunung Pananjakan, Hardtop akan terus mengerang menuju puncak selama kurang lebih 15 menit. Jalan menuju gardu pandang yang kini tengah dalam proses renovasi itu cukup mulus karena di sepanjang jalur menuju puncak telah diaspal oleh pengelola TNBTS bersama investor dari salah satu bank nasional di Indonesia. Udara yang sebelumnya sudah terasa dingin sejak di kawasan Cemoro Lawang semakin terasa dingin saat kaki mulai menjejak di puncak Pananjakan.

Angin berembus kencang menyebabkan udara dingin mendekati 0 derajat Celsius menembus hingga ke balik jaket. Demi kenyamanan, pengunjung memang disarankan untuk membawa peralatan lengkap. Mulai jaket tebal, sarung tangan, kaus kaki plus sepatu, topi atau penutup kepala, hingga kacamata untuk melindungi debu pasir yang sering kali beterbangan dibawa angin.

Tapi jika pun tidak membawa peralatan lengkap seperti disebut di atas, pengunjung bisa mendapatkannya dari pedagang suvenir dan kios persewaan yang ada di dekat lokasi gardu pandang. Di kios-kios itu pengunjung bisa membeli topi pelindung khas Bromo, syal pelindung leher ataupun sarung tangan dengan harga terjangkau.

Demikian juga dengan jaket pelindung. Untuk mengurangi pengaruh hawa dingin, sepotongjakettebalakansegeraditawarkan oleh warga sekitar dengan harga sewa cuma Rp5.000 untuk penggunaan maksimal 3 jam. Waktu yang dibutuhkan untuk melihat sunrise

Tak lebih dari pukul 07.00. Karena pada siang hari, kabut tebal yang sebelumnya mengendap di balik gunung akan merangkak naik menuju puncak dan menutupi jarak pandang pengunjung. Pedagang di sekitar puncak Pananjakan pada pukul 03.00 juga akan segera menutup kiosnya kembali karena pengunjung akan memilih turun dan melanjutkan perjalanan menuju kawah Bromo.
dan keindahan panorama Gunung Bromo dari puncak Pananjakan biasanya memang tidak lebih dari itu.
(sindo//tty)

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...