Tuesday, April 5, 2011

Muslim Hipsters, Apa Itu?


 Muslim Hipsters, Apa Itu?

Ibrahim Abdul Matin

Namanya Ibrahim Abdul Matin; bergaya busana masa kini, berani beropini, dan sadar sosial. Bicaranya sesekali diselingi bahasa-bahasa khas anak muda, tapi tak norak. Bicara aliran musik terkini? Dia juga jagonya.

Bila Anda menduga Abdul Matin mulai tercerabut dari akar Islamnya, Anda salah. Dia justru giat mengaplikasikan ajaran agamanya dalam konteks kekinian; kemarin dia membahas soal jihad terhadap lingkungan di sebuah talkshow radio, besok ia akan berbicara tentang bagaimana Islam memuliakan alam di  University of Wisconsin-Madison. Dia aktivis dua hal sekaligus: lingkungan dan dakwah Islam.

Abdul-Matin, asli New York, ia lahir dari kehidupan malam Brooklyn. Ia kini menjadi salah satu ikon gelombang baru Islam-Amerika yang lahir dan dibesarkan di Amerika Serikat. Stylish, cenderung artistik, dan sadar sosial. Banyak yang menyebut Muslim setipe pemuda 34 tahun ini sebagai Muslim hipster;menonjol dalam gerakan keadilan artistik, akademik, dan sosial, sering berasal dari latar belakang kelas menengah ke atas perkotaan, dan memiliki kepentingan yang kuat dalam subkategori tertentu dari budaya pop global.

Memang, asal kata "hipster" masih bisa diperdebatkan. Kata ini berasal dari "hipsterism" (Hop, sebuah istilah slang untuk "opium," atau hipi kata Wolof, yang berarti "untuk membuka mata seseorang"). Istilah ini mulai digunakan  sehari-hari untuk menyebut kelas menengah kaum muda Amerika kulit putih mencoba untuk meniru musisi jazz kulit hitam tahun 1940-an. Kata ini dihidupkan kembali pada akhir tahun 1990-an dan awal 2000-an.

Di Amerika Serikat atau negara lain, ada beberapa penanda dikenali yang dapat mengidentifikasi hipster; mereka yang mengendarai sepeda fixed-gear, pakai skinny jeans dan kacamata besar berbingkai ( kadang-kadang tanpa lensa) dan kemeja kotak-kotak, mendengarkan musik indie rock, dan menonton film asing bukan Hollywood.

Muslim hipster, untuk menyebut orang-orang setipe Abdul Matin atau Hana Tajima, penggiat mode Islami di Inggris, kini tumbuh subur di AS dan Eropa, daerah perkotaan Asia Selatan (India, Pakistan), Asia Tenggara (Malaysia, Singapura, Indonesia), dan Timur Tengah (Mesir dan Maroko). Setiap "jenis" dari hipster memiliki penekanan atau gaya yang berbeda.

Mereka mengikuti tren terkini, baik mode, gaya hidup, atau apapun yang berkembang di sekitar mereka. Mereka sering bertindak atau berpakaian cara-cara yang dipandang rendah oleh mayoritas ulama Islam (minum zero coke, misalnya atau mengenakan pakaian ketat). Dalam banyak hal, budaya pop dan kecenderungan hipster menjadi tantangan pemuda Muslim di seluruh dunia untuk mengeksplorasi dan mengidentifikasi inti nilai-nilai dan keyakinan.

Lepas dari bagaimana pandangan orang pada mereka, kelompok ini disebut laman situs Inside Islam sebagai salah satu jembatan memerangi fobia Islam. Diakui atau tidak, kata situs ini, mereka menjadi "duta" Islam bagi Barat. Memang masih bisa diperdebatkan, tapi seperti dikatakan Reza Aslan, akademisi Muslim yang juga kerap disebut mewakini generasi pop Muslim, bahwa generasi muda Muslim sekarang hidup di era reformasi Islam. "Hanya karena aku tinggal di AS, tidak membuat imanku kurang valid dari seseorang di Arab Saudi," tegas Aslan. "Gagasan bahwa Islam tidak dipengaruhi oleh budaya, adat-istiadat, dan budaya yang beradaptasi dengannya, adalah sesuatu yang keliru."

Sumber : Republika.co.id

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...