Tuesday, February 12, 2008

Kolom Budaya



Saatnya Revolusi budaya
oleh : Mamat Hermawan Al (Budayawan Bekasi)

Sebuah keniscayaan "kebudayaan"dijadikan sebagai pijakan dalam perspektif membangun daerah dengan menengok dentingan tiga puluh tahun lalu, geliat anak-anak muda Bekasi marak dengan berbagai kegiatan kepemudaan, olahraga, seni dan budaya menjadi aktiftas yang tak pernah sepi, wabil khusus geliat dibidang seni budaya telah banyak mengukir prestasi, baik tingkat daerah maupun nasional.

Cita-cita dan obsesi para pelaku seni budaya masa lampau di Bekasi banyak yang tidak mengetahui, bahkan hampir generasi muda masa kini tidak ada yang mau menelusuri dan tertarik dengan histori masa lalu. Kita tidak sepenuhnya menyalahkan mereka, karena keterbatasan media informasi dan bukti-bukti fisik ataupun karya mereka hampir tidak ada dalam publikasi, baik berbentuk audio maupun visual atau juga secara tertulis.

sehingga perjalanan sejarah kiprah dan karya para pelaku seni budaya di Bekasi telah banyak meninggalkan kesan yang nyata ataupun maya, baik karya seni tradisi maupun karya seni modern kontemporer. Klimaks geliat seni budaya dapat kita ukur pada era tahun 70-an dimana booming seni budaya secara nasional membangkitkan gairah anak-anak muda diseluruh penjuru tanah air, begitupun Bekasi yang dikenal sebagai kota mangunpraja sejak jaman becokol-nya kerajaan di Bekasi yang muaranya terbangunnya lalu lintas air terpanjang yaitu sungai Bekasi, sungai yang bersejarah diera tahun 70-an itu kerap diadakan event kegiatan seni budaya, baik seni vocal menyanyi, seni tari dan bahkan seni drama.

Pada waktu itu sangat dominan sekali, karena setiap event apapun anak muda Bekasi memvisualisasikan kehidupannya diatas pentas, dimulai dari lingkungan yang terkecil sampai besar. Seni drama yang kini kita kenal sebagai "seni theater" yang pertunjukannya dihalaman-halaman desa dan kecamatan, bahkan ajang-ajang festival drama/tetater hampir tiap bulan dan dilaksanakan oleh lembaga apa saja termasuk andil dari kalangan militer seperti yang pernah dilakukan oleh tokoh teater dan komandan kodim Bekasi H. Sani'in (almarhum) sekitar di era tahun 60-70-an, maka tidak heran kalau pada waktu itu banyak bermunculan kelompok teater/drama yang mencapai 40-an jumlahnya yang diwadahi oleh "Teater Chandrabaga" yang mewakili Bekasi, tercatat juara II Festival Nasional Piala Ibu Tien Soeharto, juara umum dan terbaik festival teater pemuda di GGM Bandung piala Gubernur Jawa Barat Yogie S. Memet tahun 1985, termasuk aktif mengikuti festival purnadrama nasional di Monas Jakarta. Begitupun kiprah seni tradisonal topeng Bekasi yang telah melanglang buana ke manca negara. akan tetapi Seni teater menjelang tahun 90-an terjadi perubahan drastis setelah masuknya era sinematik dan sinetron yang menjamur sehingga mengalihkan perhatian anak muda dengan lesinematik sehingga satu persatu kelompok tetater Bekasi banyak yang menghilang.

Sekarang ini sebenarnya kalau kita mau jujur di Bekasi itu banyak menyimpan potensi seni budaya yang dapat kita gali dan sebagai khasanah cermin budaya Bekasi, namun semuanya kembali pada konsistensi seniman dan budayawan selain keseriusan pemerintah kota Bekasi untuk mempertahankan ikon-ikon seni budaya yang pernah tumbuh di Bekasi. Kegiatan seni budaya bukan hanya sekedar ceremonial atau life in service semata atau seni hanya digambarkan seperti daun salam, habis dipakai sesudah itu dicampakan begitu saja termasuk para pelaku seni tradisional Bekasi yang kurang mendapat perhatian.

Dewan Kesenian Bekasi sudah berupaya memberikan penghargaan dalam DKB Award tahun 2005 yang dibuka oleh wakil wali kota bekasi saat itu, H. Mochtar Mohammad (sekarang Wali kota Bekasi), kemudian berlanjut dengan DKB award II pada bulan juni 2007 yang dibuka oleh wakil ketua DPRD kota Bekasi, H. Ahmad Syaikhu yang bercita-cita akan membangun perkampungan Bekasi yang berarsitek dan nuansa budaya Bekasi agar tidak punah.

Sangat ironis kalau seni budaya tidak bisa berkembang di Bekasi, soalnya pemerintah kota bekasi telah mencanangkan monumen yang terpasang dengan berlogo penari topeng dan bunga teratai yang bertuliskan slogan : " Bekasi kota patriot, seni dan budaya",
di area taman pasar baru Bekasi (depan Alfamart Grosir) dan kegelisahan para seniman-budayawan Bekasi dengan membetuk "Dewan Kesenin Bekasi" tanggal 13 Maret 1998 dan tercurah satu tekad kebangkitan seni budaya di Bekasi dengan membangun kemitraan untuk semua kalangan yang ditopang dan bersinergi dengan pemerintah kota Bekasi dan revolusi budaya Bekasi adalah amanat hasil Rakerda II di Subang tanggal 24-25 Desember 2007 seiring dengan Muhibah Budaya antar dewan kesenian se-wilayah IV plus Dewan kesenian Indramayu selin melahirkn gagasan temu bduaya antar kesenian pesisir Jawa Barat plus Jawa Tengah oleh Dewan Kesenian Tegal tanggal 26 januari 2008 di Indramayu.

Acara tahunan DKB kota bekasi tahun lalu menjadi inspirasi para pelaku seni bduaya yang akhirnya muncul sinyal pembentukn forum bduaya antar dewan kesenian se-Jawa Barat dan Jawa Tengah sebagai wadah komunikasi dan tukar pendapat para seniman.

Secara lengkap rakerta II dan muhibah budaya dihadiri Dewan Kesenian Karawang, Dewan Kesenian kabupaten Bekasi, Dewan Kesenian Subang, Dewan Kesenian Indramayu, dan Dewan Kesenian Tegal. DK Bekasi menampilkan tari topeng Blantek, musikalisasi puisi dan pembacaan puisi, sedang DK Indramayu menampilkan seni Syeran dan ditutup DK Subang dengan menampilkan seni tradisional Gemyung dengan 40 personil yang rata-rata pegawai pemda kabupaten subang dengan sinden yang bernama Nunung.

Diusianya yang ke 10 DKB telah melahirkan tokoh pimpinan : H. Soeci Oetomo, BSc. (1998-200), Dra Hj. Henny S. Djyodirono (200-2003), Drs Benoni R. Julius (2003-2006) dan sekarang Ridwan Marhid, SPd. (2006-2010).

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...